Rabu, 01 Maret 2017

Lintasan Ilmu Komunikasi Dalam Tinjauan Filsafat Ilmu, Teori Komunikasi Gaye Tuchman, Ben Bagdikian, John Hartley, dan C. Wright Mills

Edit Posted by with No comments
Teori Komunikasi



Disusun Oleh

                   Diah Ayu Nabilah Karimah    ( 07031381520077 )
                   Fajriani Nurhuda                     ( 07031381520075 )
                   Sartika Dwi Rahayu Edi Putri ( 07031381520074 )

                   Jurusan                                    : Ilmu Komunikasi
                   Dosen Pengampuh                            : Dr. Retna Mahriani, M.Si



FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016


Pendahuluan
·         Lintasan Ilmu Komunikasi Dalam Tinjauan Filsafat Ilmu
Mengamati sejarah perkembangan teori-teori komunikasi tampak bahwa perkembangan masyarakat sangat menentukan corak teori yang muncul dan berkembang. Komunikasi memegang peranan penting dalam ikut mengatasi masalah-masalah sosial, Kajian tentang perubahan sikap (attitude change) menjadi pusat perhatian.  Pendekatan yang linier makin berkembang setelah perang, seperti opini public (polling) dan marketing research. Dalam konteks inilah dominasi pendekatan yang ilmiah (scientific) terjadi dalam kajian komunikasi, seperti bagaimana kemunculan cultural studies di Amerika yang mencoba kembali menoleh ke generasi awal kelompok Chicago dan pengaruh cultural studies  yang berasal dari Inggris.
Evveret M.Rogers dalam Communication Technology New Media in Society menuliskan fenomena telekomunikasi yang membawa implikasi pada model komunikasi, yakni model komunikasi konvergensi yang menjabarkan proses pertukaran pesan di antara dua atau lebih peserta komunikasi. Pandangan Prof. Alwi Dahlan seakan mengingatkan pada pandangan media cultural atau media deternism. Bahwa media ikut menentukan budaya yang terbentuk. Setelah PD II ada kecenderungan penelitian berpusat pada penerapan dari sejumlah bidang yang berbeda, seperti sosiologi fungsionalisme, ilmu politik, dan psikologi sosial untuk aspek penelitian administrasi (analisis khalayak, omunikasi antarelit). Suatu peninjauan terhadap penelitian tentang disiplin ilmu komunikasi dari Journal of Communication(“Future of the Field 1993) menegaskan kehadiran pandangan yang dangkal dan mundur dalam bidang ini. Misalnya, Karl Rosengren yang menggunakan skema Burrell dan Morgan’s untuk melukiskan penelitian komunikasi yang secara tepat memisahkan kecenderungan radikan humanis dan sosiologi fungsionalis. Analisis Ronsgren adalah dua bidang itu telah terpecah, area pendekatan kualitatif atau humanistic. Bidang komunikasi pada decade 1920-an kajian ilmu komunikasi di Amerika yang biasa disebut pendekatan Administratif, kemudian di Eropa yang lebih kulturalis dan kritis. Perbedaan pendekatan ini mewarnai perdebatan dalam ilmu komunikasi. Misalnya, di Amerika terdapat kalangan yang memilih jalur pendekatan kritis seperti Herbert Schiller, Noam Chomsky, Edward Herman, C.W.Mills atau yang mengembangkan kajian cultural ctudies. Sementara itu, di Eropa pendekatan scientific juga diadopsi dalam penelitian-penelitian komunikasi. Banyak naskah, risalah, dan monograf yang dihadirkan mengenai keanekaragaman dan fungsi media seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, telekomunikasi beraneka ragam inovasi teknologi, dampak sosial, politik, serta budaya pada masyarakat. Mempelajari ilmu komunikasi pada seluruh dimensinya dilengkapi dengan hakikat sosiologi, misalnya dalam tradisi penelitian komunikasi massa di Amerika Serikat, pengaruh jurnalistik, ilmu politik, psikologi sosial dan sosiologi menjadi keharusan yang tidak dapat dihindari. Pada tradisi Eropa, kajian komunikasi massa sedikit lebih dipengaruhi tradisi jurnalistik daripada sosiologi. Untuk kondisi Indonesia, tidak bisa dipungkiri pendekatan yang berkiblat ke Amerika tampak menonjol. Prof. M. Alwi Dahlan berpandangan bahwa komunikasi lebih diartikan sebagai proses penyampaian pesan (transmission model daripada komunikasi sebagai fenomena pemaknaan (meaning atau ritual) yang banyak didekati dengan pendekatan humanistic. Paul F. lazarsfeld, Berelson dan Hzel Gaudet, Ktaz, Frank Stantor, Schramm, Rogers, dan ilmuwan lainnya menunjukkan bahwa gejala sosial akibat media massaa hanya merupakan satu tahap saja dan ada tahap kedua yang meneruskan pesan dari media massa itu dari mulut ke mulut yang justru dampaknya besar. Oleh sebab itu, mass communication, menjadi communication science atau communicology.

·         Perdebatan Di Kalangan Akademisi Komunikasi
Fenomena kelompok chicago adalah memandang komunikasi sebagai elemen yang penting bagi pembentukan komunitas. Cultural studies membuat pendekatan yang mengadopsi linguistik dan antropologi menjadi kebutuhan sehingga semiotika, fenomenologi dan hermeneutika menjadi sesuatu yang lumrah.
·         Kajian Komunikasi: Antara Tradisi Eropa Dan Amerika
Menurut pengamatan Jay Blumler tentang perkembangan ilmu komunikasi, dekade pertengahan 60-an merupakan periode ilmu sosial Eropa di bawah kebangkitan minat terhdap Marxisme sebagaimana yang tampil dalam bentuk yang spesifik, seperti semiotika, strukturalisme, interaksionisme, sosiolinguistik, dan cultural studies. Terdapat tiga ciri khas dalam pendekatan eropa, yaitu pendekatan yang holistik dalam ilmu komunikasi, batas-batas metodologi tidak tegas, dan di eropa pendekatan efek tidak begitu menarik perhatian. Kincaid melihat bahwa pendekatan studi komunikasi antara Eropa dan memiliki perbedaan. Di Amerika ahli komunikasi cenderung mengkaji fenomena komunikasi dengan pendekatan kuantitatif dan mencoba untuk menentukan objektifitas sehingga metode kuantitatif menjadi standar selama bertahun-tahun. Sementara ahli komunikasi di Eropa di pengaruhi oleh sejarah, budaya dan minat mengkritisi dan umumnya dibentuk dari tradisi marxis.

·         Perkembangan Kontemporer Kajian Komuniasi
Pada dekade 1990-an terjadi suatu perkembangan yang menekankan pada pengkontruksian makna dan agensi manusia serta kebutuhan untuk menempatkan penyelidikan di dalam konteks historis dan sosial. Teori-teori postmoderisme sangat bersentuhan dengan fenomena teknologi komunikasi.  Dalam bidang ilmu sosial kontemporer yang memusatkan perhatian pada simbol, pembentukan makna, terbentuknya kesadaran dan semacamnya, pendekatan semiotika juga penting tetapi  dikaji secara makro. Dapat dikatakan bahwa lahirnya ilmu komunikasi yang dewasa ini dapat d terima, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat bahkan diseluruh dunia adalah hasil perkembangan dari publistik dan ilmu komunikasi massa. Di mulai saat terjadinya pertemuan antara tradisi Eropa yang mengembangkan ilmu publistik dan Amerika yang mengembangkan ilmu komunikasi massa. Setelah PD II makin banyak pakar dari disiplin sosiologi, politik dan psikologi yang melakukan pengkajian berbagai aspek dari surat kabar, radio, film dan televisi. Para pakar merasa bahwa jurnalistik tidak lagi mampu menampung berbaga pengkajian yang mereka telah lakukan sehingga perlu memberi nama yang sesuai, yaitu ilmu komunikasi massa dan objek kajiannya tidak hanya mengenai surat kabar melainkan mencakup juga radio, film dan televisi. Keempat media itu disebut media massa.

·         Ilmu Komunikasi Dewasa Ini
            Studi efek berkembang pada kajian mengenai pembangunan atau perubahan berencana. Para pakar dari berbagai disiplin sangat percaya bahwa komunikasi dapat menjadi suatu kekuatan yang dapat digunakan secara sadar untuk mempengaruhi dan mengubah perilaku masyarakat terutama dalam menerima gagasan dan teknologi baru. Kajian komunikasi yang bersifat mekanistis adalah studi tentang jaringan komunikasi. Kajian ini dapat dipandang betul-betul murni mekanistis yang secara jelas mempunyai fokus pada saluran yang memungkinkan komunikasi mengalir antara individu. Kajian seperti ini pada umumnya dilakukan dalam setting kelompok dan orgnisasi. Hampir semua penelitian empiris komunikasi manusia berdasar pada perspektif mekanistis. Jika dalam perspektif mekanistis titik berat diletakkan pada efek, dalam perspektif  psikologis titik berat pengkajian diletakkan pada penerima, terutama dalam tingkat interpersonal, hubungan sikap dengan perilaku selektivitas informasi, dan kuasi kualitas.

·         Kondisi Di Indonesia
            Di Indonesia terdapat kecenderungan dominasi model komunikasi transmisi atau linier. Dapat dilihat pada masa Jepang dengan menonjolkanya propaganda. Setelah perang, seperti pada masa Soekarno komunikasi juga menonjolkan transmisi yang mempropagandakan revolusi. Masa orde baru, dikenal komunikasi pembangunan yang juga mendepankan pendekatan yang linier. Prof. Alwi Dahlan dalam salah satu makalahnya menulis bahwa terdapat pandangan yang lebih optimistis dalam melihat keberadaan ilmu komunikasi di Indonesia. Hal ini sudah di akomodasikan dengan kemunculan teori-teori komunikasi yang banyak mengkaji tentang fenomena teknologi informasi, media elektronika, terbentuknya masyarakat, dan konsmen. Ilmu komunikasi di Indonesia lebih banyak dajarkan sebagai alat sosial (social tool) dan kurang sebagai keterampilan sosial (social skill), apalagi sebagai gejala sosial (social phenomenon). Secara umum lul usan komunikasi lebih mampu menggunakan komunikasi sebagai alat propaganda di dunia kewartawanan atau pemerintahan. Penelitian-penelitian tentang proses komunikasi lebij berfokus pada bagaimana pesan komunikasi dapat disampaikan dengan dana seminimal mungkin (efisien) dan dengan hasil semaksimal mungkin.






Gaye Tuchman
            Gaye Tuchman dikenal dengan teori-teorinya tentang proses berita. Tuchman merupakan professor di Jurusan Sosiologi Universitas Connecticut, Storrs. Tuchman juga dikenal menggunakan pendekatan retorika yang banyak mengkaji tentang proses konstruksi berita. Karyanya yang sering dirujuk adalah Making News: a study in the Construction of Reality (1978). Menurut Tuchman, objekivitas akan melindungi reporter dari persoalan pencemaran nama baik sampai penertiban oleh para editor. Gaye Tuchman menemukan bahwa sejak masa awal kehadiran televise, kaum perempuan diposisikan dibawah kaum laki-laki. Tuchman memaparkan sebesar 60% jam tayang utama pada tahun 1952 dan 74% pada tahun 1973 dutujukan untuk laki-laki. Terdapat pula penggambaran bahwa pekerjaan laki-laki lebih baik dari perempuan hingga lebih dari 80% (misalnya: seorang dokter laki-laki dengan seorang perawat perempuan atau seorang pengacara laki-laki dengan sekretaris perempuan). Tuchman memaparkan bahwa para reporter yang telah berpengalaman dalam proses (apa yang ditanyakan, bagaimana memperlakukan kisah yang keras dan lunak, teknik apa yang memungkinkan). Dari sudut padandang organisasi, Tuchman memandang bahwa objektivitas merupakan sebuah ritual yang menjaga organisasi dari kritikan. Karena wartawan punya sedikit waktu untuk “kebenaran” dalam berita.
            Memperhatikan fakta dengan menempatkan pertanyaan pada kutipan dengan tanda Tanya, memasukkan banyak nama dalam sebuah berta untuk menjaga agar pandangan reporter tidak mempengaruhi dan menampilkan bukti-bukti pendukung untuk sebuah “fakta”. Tuchman menemukan pembedaan berita keras-berita lunak tidak terlalu didasarkan pada hakikat isi suatu peristiwa, Berita keras paling sering didasarkan pada peristiwa yang telah direncanakan sebelumnya (penuntutan, rapat). Berita lunak, yang juga disebut berita feature merupakan berita yang bersumber dan peristiwa yang tidak direncakan. Tuchman menggunakan istilah jaringan berita pada lembaga yang cenderung memerhatikan peristiwa lain dan memperkuat serta menjamin nilai berita dan peristiwa tersebut. Misalnya, penelitian tentang pengaruh sosiologi pekerjaan yang dulu dilakukan aliran Chicago kini muncul kembali di Amerika dengan menggunakan etnometodologi. Profesionalisme pekerja media ditentukan oleh kemampuan adaptasi mereka terhadap berbagai konflik, kemampuan memenuhi batas waktu memasukkan berita (dead line) dan pada tingkat yang lebih kompleks, sikap jujur, tidak memihak, dan objektif juga diperlukan. Gaye Tuchman melakukan penelitian dengan para wartawan dan editor untuk mendeifinisikan arti dari berita, dan mereka menjawab “Saya tidak tahu”. Tuchman menemukan bahwa wartawan cenderung mengelompokkan berita ke dalam sejumlah kecil kategori-berita keras dan berita lunak yang memotong peristiwa yang terjadi dan melukiskan kisah yang kurang terikat batas waktu, yakni berita keras dinamakan sebgai kisah spot, yaitu berita yang berkembang (kebakaran atau pesawat bertabrakan).  Awal tahun delapan puluhan banyak penilitian mengenai feminism, dalam media wacana feminism liberal meruntuhkan warisan masyarakat yang secara mendalam bersifat seksis dalam memelihara keberlangsungan, integrasi, keteraturan, dan penyampaian nilai-nilai dominan.




Ben Bagdikian
            Ben Bagnikian dikenal dengan bukunya, The Media Monopoly. Bagnikian merupakan figur kritikus media yang termuka di Amerika.Dia perna menyapaikan bahwa media massa,seperti media cetak, siaran, dan film telah selama beberapa decade dalam proses percepatan konsolidasi dan kepemilikan yang makin memusat pada sedikit perusahaan. Ben Bagnikian memandang bahwa sepanjang abad-20 ini, kecenderungan kepemilikan industry budaya makin terkonsentrasi di tangan korporasi multinasional yang makin sedikit jumlahnya. Karya Bagnikian menjadi salah satu karya yang mencerminkan  perkembangan kategori buku-buku yang makin ditulis sendiri oleh wartawan yang berpengalaman secara langsung mengenai komersialisasi pada  profesi mereka.
            Mengenai konsentrasi kepemilikan industry media ini ben bagnikian berkomentar bawa berlawan dalam keinginan mereka, sejumlah kecil perusahaan yang paling kuat telah mengambil penguasaan terhhadap sebagian besar berita dan hiburran tercetak di Negara mereka. Merek memiliki gaya tersendiri dalam mengotrol informasi tidak melalui pernyataan resmi atau terror Negara, tetapi melalui penyeragaman tujuan politik dan ekonomi. Meskipun mereka bukan penguasa politik resmi di Negara mereka, tetapi mereka memiliki pengaruh khusus melalui otoritas politik dan mengatasi kebijakan public. Bagnikian yang merupakan seorang penduduk penting bagi kebebasan media adalah teoretikus yang tidak sepaham dengan Teori Masyarakat Massa (Mass society). Teori Masyarakat Massa mengenai suatu sistem media yang kuat tidak dapat dibantah memiliki kekuasaan terhadap orang-orang yang lemah. Bagnikian menjelaskan mengenai pelipatgandaan surat kabar di Amerika serikat sebagai buah dari penerapan desentralisasi politik. Dalam uraian yang diambilnya dari karya klasiknya, Demo cracy in America, Tocqueville membahas hubungan resiprok dan simbiosis diantara surat kabar dan asosiasi pada abad ke-19 di Amerika. Distribusi berita di Amerika Serikat adalah unik dalam tingkat tingginya desentralisasinya. Esai Bagnikian menguraikan kenapa Amerika memiliki sedikit pers nasional dibandingkan dengan Negara lain. Bahkan pada organisasi pengumpul berita Associated Press, UPI, dan tiga jaringan broadcasting utama, beroperasi melalui distributor local, saluran-saluran radio yang terkelola sevara independence, televise, dan toko surat kabar.
            Bagnikian menekankan bahwa Amerika masih memerlukan pers local dalam mengigatkan bahwa pengurangan surat kabar harian berbahaya karena akan membuat pengosongan yang tidak dapat diisi oleh lembaga lain. Pengaturan ini secara instan menentukan awal rangkaian pertanyaan yang memerhatikan isi dan dasar keuangan bagi media baru. Penolakkan pemerintah untuk mengintervensi industry baru tersebut akan mengatur bagi dukungan selama bertahun-tahun pemerintah federal untuk penggunaan pendidikan, baik dari radio, maupun televise. Di samping itu, program yang diproduksi dan disponsori oleh industry swasta akan mencari kemungkinan paling besar dari khalayak dengan menyeediakan format hiburan dengan imbauan yang luas. Kepentingan ekonomi dari produksi  program mereka sendiri kemudian secara besar-besaran ditumbukan dari stasiun local yang mendapat lisensi. Sebagaimana dilukiskan oleh Williams Henry, mantan pimpinan FCC, stasiun local dengan cara demikian dapat mengembangkan jaringan pengganti atau membuka sebuah paket film tersindikasi. Ben Bagnikian beragumentasi melaui lima edisi bukunya, The media monopoly, bahwa peningkatan konsentrasi kepemilikan media mengarah pada peningkatan penguasaan perusahaan secara ketat pada bisnis surat kabar, televisi, majalah, buku, dan perfilman dan secara meningkat kepemilikan tidak dibatasi pada salah satu dari media-media ini, tetapi beberapa sekaligus. Disney misalnya, yang sangat dikenal untuk tema-tema park, karakter kartun, dan produksi film bioskop,kini memiliki jaringan televise dan statisiun broadcast melalui akuisisi.
            Ben Bagnikian menunjukkan bahwa sendainya surat kabar harian,majalah,radio,stasiun terlevisi serta  para penerbit buku di Amerika dimiliki oleh individu terpisah, aka nada 25.000 pemilik penerbitan yang berbeda. Namun,bukan 25.000 pemilik berbeda. Sepuluh perusahaan yang menguasai perusahan media. Mereka adalah Times Warner, Disney, Viacom, News Corporation LTD (Murdock), Sony, Televisi Communication Inc., Seagram (posisi kepemilikan pada televise bioskop, kabel, buku dan music), Westinghouse (CBS), Gannet, dan General Electric (NBC). “ pada lima tahun terakhir”, tulis Bagnikian, “sejumlah kecil dari perusahaan telah meminta lebih kepada publik. Kekuatan komunikasi termaksuk kepemilikkan yang pernah ada sebelumnya di dalam sejarah dunia. Konsentrasi media telah berlanjut makin cepat. Pada edisi pertama bukunya di tahun1984, Bagnikian mengatakan bahwa 50 perusahaan mendominasi media Amerika serikat melalui kepemilikkan dan penguasaan.Pada waktu itu. Gannet pada surat kabar atau RCA yang kemudian dimiliki NBC pada broadcasting. Pada edisi ketiga bukunya di taun 1990, dia memaparkan, jumlah pemilik dominan perusahaan media adalah 23 perusahaan, dan dewasa ini, hanya 10 perusahaan dengan dua paling besar berurusan dengan pemutusan kepemilikkan media. Menurut Bagnikian, sejumlah perusahaan media yang dominan menggunakan seatu kekuatan yang tidak imbang pada ruang. Perusahaan yang mendominasi pasar dalam media massa memiliki pengaruh dominan pada berita public, informasi, ide-ide publik, budaya massa, sikap politik. Sejumlah perusahaan yang mempengaruh dapat dipertimbangkan dalam media secara tepat Karena mereka mempengaruhi persepsi khalayak mengenai kehidupan publik,termaksuk persepsi terhadap politik dab politisi. Ben bagnikia mengusulkan satu model scenario untuk sinergi perusahaan raksasa. Misalnya, salah satu dari majalahnya membeli sebuah artikel yang dapat diperluas ke dalam bentuk buku, pengarangnya diwawancarai panjang lebar pada majalah perusahaan dan pada stasiun nroadcasting-nya.
Dalam edisi keempat bukunya, The media monopoly (1992), Ben Bagnikian melaporkan bahwa 20 perusahaan mengontrol sebagian nesar bisnis media di Amerika Serikat.
            Bagnikian beralasan bahwa ketika rantai tersebut mengambil suatu surat kabar, mereka secara tipikal meningkatkan iklan dan tingkat pelanggan, mengurangi berita yang serius Karena lebih mahal untuk mendapatkan dan mengurangi memperkerjakan wartawan yang berkualitas. Ben bagnikian mencatat bahwa dalam mebhadapi meningkatnya minat secara besar-besaran pada peristiwa publik, surat kabar telah mengurangi rata-rata ruangnya dalam menempatkan berita.  Bagnikian meneruskan pada pertanyaan kepedulian pers untuk melayani publik,, liputan politik lemah, sebagian besar surat kabar rata-rata buruk, sebagian besar kota didominasi oleh satu surat kabar, periklanan meningkat memakan ruang berita sebelumnyam berita langsung menurun, hanya sekitar 3 persen kota di amerika memiliki surat kabar yang bersaing, dan peningkatan jumlah (barangkali sepertiga) dari berita yang disediakan dari hasil kerja kehumasan. Diperlukan pemikir sangat kiritis seperti Ben Bagnikian, meskipun dia berganbung pada sebuah paduan suara dari para komentator, termaksuk Oswald Garrison Villare dan Upton Sinclair, yang sejak 1920-an telah meramalkan bahwa segeggam ketamakan pemilik perusahaan suatu hati akan menguasai seluruh media di Amerika. Situasi tersebut dapat merembes pada media yang oleh banyak kritikus dari Ben Bagnikian sampai Williams Rusher telah percaya bahwa jurnalisme etis merupakan suatu kontradiksi. Dalam The Information machine, Ben bagnikian menulis bahwa terdapat peningkatan jumlah orang yang memahami bagaimana berita dihasilkan, diatur,dikirimkan, dan akan menjadi tidak mencerdaskan jika mereka tidak menggunakan untuk kepentingan mereka sendiri. 



John Hartley
            John Hartley mengemukakan dalam bukunya yang berjudul Understanding News, bahwa pada era kontemporer yang mmenolak berita sebaga produksi sosial dan ideologis dalam kerangka kerja teori semiotika umum. Dalam bukunya pula, sangat penting dalam menyimpan konsep semiotika terhadap teori penghadiran berita. Dalam buku ini memungkinkan untuk melihat berita sebagai konstruksi realitas melalui bahasa, tidak hanya dari tradisi klasik Saussure dan mazhab Prancis, tetapi dari linguistik seperti whorf dan Halliday yang juga menghargai bahasa sebagai penyusunan jaringan yang ditujukan pada dunia dan intersubjektivitas yang memungkinkan anggota-anggota sebuah komunitas berbicara. Bersama dengan Stuart Hall, John Hartley mengkaji artikulasi ideologi dalam bahasa dari isi berita secara kumulatif dan melalui pengulangan harian. Bahasa dari sebuah cerita ternyata menjadi latar belakang dari reproduksi kepercayaan dan paradigma dari komunitas pada umumnya. Hartley memiliki konsep accessed voices, yaitu pandangan-pandangan dan gaya dari orang-orang khusus dari kalangan politisi, direktur, manajer, para ahli dari berbgai latar belakang.
            Ada hubungan saling membutuhkan antara oraang-orang tersebut dan medi. Media umumnya mengharapkan dan menerima hak akses untuk pernyataan-pernyataan individu tersebut memiliki peran dalam wilayah publik dan sebaliknya orang-orang tersebut menerima akses dalam kolom-kolom surat kabar yang menyiarkan pandangan-pandangan mereka. Hartley juga menunjukkan kisah berita televisi yang menggunakan empat fungsi narasi, yaitu framing, focusing, releasing, dan closing. Framing tentang topik dibangun oleh mediator, biasanya presenter berita. Topik difokuskan (focusing) oleh kontriibusi seorang reporter atau koresponden yang berfungsi sebagai satu suara lembaga. Penyiaran (releasing) merupakan proses dari pengembalian keaslian kisah dan penegasannya sebagaimana terlihat dalam wawancara, suara yang diakses, dan sumbangan individu dalam meletakkan pandangan mereka pada kisah. Penutup (closing) mengacu pada kontruksi kisah yang tidak bersambungan yang membangun pemaknaan yang diinginkan.

C. Wright Mills
            Mills dikenal dengan pendekatan radikal dalam sosiologi. Antara Lazarsfeld dan Mills terjadi konflik. Lazarsfeld menuduh mills mengesampingkan supervisi teknis dari sampling survei. Melalui buku The Sociological Imagination, Mill mengkritik gaya Lazersfeld sebagai analis sosial, khissnya pada tingkat individu. Mills dinilai memandang persoalan-persoalan perubahan sosial secara radikal, sebaliknya Mills melihat perspektif Lazarsfeld memusatkan pada pemeliharaan sistem. Mills melakukan kritikan yang keras terhadap Lazersfeld seperti menuduhnya melakukan birokratisasi penelitiasn sosial. Pandangan lain tentang Mills, yakni digolongkan sebagai pengkaaji cultural studies dan seorang humanis.Hal ini terlihat paling jelas dalam dua kasus berikut, Teori Konspirasi dan paham elit kekuasaan. Saat itu, Teori Konspirasi banyak didukung oleh kritikus sayap kiri, tetapi sukses diambil alih oleh kalangan sayap kanan. Setelah hal ini terjadi, kalangan kiri tampak mengembangkan paham elit kekuasaan. Dalam melakukan serangan pada elit kekuasaan, C. Wright Mills menyebut kompleks militer industri tetap banyak kesamaan sejak 1950. Broadcasting, dalam kasus ini digambarkan sebagai instrumen bagi elit kekuasaan untuk memelihara dirinya.
            Teori Masyarakat Massa yang dikembangkan Mills, menyatakan bahwa media massa mendorong dan membuat hidup tidak menentu, teralienasi, membentuk organisasi sosial yang meningkat kontrol kekuasaannya dan institusi yang tidak ramah. Mills berpandangan bahwa penelitian empiris membunuh imajinasi sosiologis dan menghasilkan pengetahuan yang sangat menyesatkan ke dalam keterturan sosial. Mills menilai bahwa paradigma baru cendurung menghasilkan penemuan yang membenarkan status quo. Mills menolak pandangan bahwa pluralisme elit lebih ilmiah dibandingakn dengan bentuk teori politik yang lain. Mills termasuk orang yang mengkritik penelitian-penelitian kuantitatif-empiris dan mencemoohnya sebagai ritual statistik. Ia memandang bahwa kita tidak dapat memahami struktur sosial yang lebih besar secara sederhana dengan menambahkan daata mengenai individu. Dalam The Power Elite, Mills mengusulkan agar para elit yang bertemu membentuk sebuah pucuk pada punck struktur sosial. Kohesi kelas dibantu dengan koneksi dan pertukaran dari individu diantara sektor ini akan memperkuat dan menjaga elit kekuasaan. Keterhubungan dapat ditemukan melalui pengkajian secara cermat pada cara anggota kelas pengusaha dalam berinteraksi dengan yang lain yang memengaruh kebijakan. Kalangan kelas atas dihargai ketika telah memiliki kohesi yang lebih besar daripada kelas bawah dan memusatkan pada kekuasaan yang lebih efektif.




Perkembangan Komunikasi di Indonesia
            Menurut kami, sebenarnya perkembangan teknologi modern terhadap budaya kita sangatlah baik dan bermanfaat sekali  jika ditinjau dari segi positifnya saja, namun jika di lihat dan di pelajari lebih dalam lagi, banyak juga dampak negatifnya bagi perkembangan bangsa ini terlebih bagi pihak-pihak yang suka menyalah gunakan keInstanan yang telah diberikan oleh teknologi modern saat ini. Komunikasi merupakan proses penyampaian ide, gagasan, pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna dan dimengerti bagi kedua pihak.  Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak yang berkomunikasi. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi juga dapat  dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik anggota badan, atau sering disebut menggunakan bahasa tubuh (body language), seperti menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara ini disebut komunikasi nonverbal. Lokasi Indonesia berpengaruh terhadap cara berkomunikasi masyarakat. Masyarakat Indonesia di berbagai daerah memiki keragaman dan kemajemukan dalam berbahasa. kalian dapat menemukan berbagai bahasa dalam setiap daerah di Indonesia. Misalnya di Pulau Sumatra kita menemukan bahasa Aceh, bahasa Batak, bahasa Melayu, bahasa Minang, dan bahasa Lampung. Berbagai bentuk komunikasi tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan. Misalnya komunikasi dengan secara langsung melalui tatap muka, memiliki kelebihan lebih jelas dan lengkap, tetapi memiliki kelemahan karena memerlukan waktu khusus untuk bertemu. Komunikasi menggunakan surat menyurat memiliki kelebihan komunikasi lebih mudah dan murah dibandingkan bertemu secara langsung. Komunikasi melalui surat menyurat memiliki kelemahan karena memerlukan waktu sampainya surat ke tujuan.
            Selanjutnya, masyarakat Indonesia setiap daerah memiliki keunggulan yang berbeda-beda. Informasi dan komunikasi merupakan hal penting dalam kegiatan interaksi sosial dan ekonomi masyarakat. Sebagai contoh dalam kegiatan jual beli, diperlukan komunikasi antara si penjual dan si pembeli. Komunikasi yang dilakukan antara penjual dan pembeli merupakan bentuk komunikasi langsung. Bagaimana keuntungan dan kekurangan jual beli yang dilakukan  secara langsung? Keuntungan jual beli secara langsung diantaranya adalah antara penjual dan pembeli dapat bertemu langsung, Pada masa sekarang, kegiatan jual beli secara langsung telah berkembang dengan berbagai cara. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor penyebab terjadinya revolusi dalam cara berkomunikasi masyarakat di Indonesia.  Pada saat ini masyarakat yang tinggal di Papua, bila ingin membeli sepatu produksi Bandung tidak harus pergi ke Bandung. hanya dengan membuka internet dan mencari laman (website) pengrajin sepatu dari Kota Bandung. kita dapat melihat model sepatu, warna, dan ukuran yang cocok. Apabila kalian sudah menemukan, kita langsung dapat memesan dan membayar melalui internet banking. Dalam hitungan hari, sepatu yang kalian pesan sudah sampai di rumahmu. Kegiatan jual beli melalui internet seperti itu merupakan salah satu pengaruh perkembangan teknologi komunikasi dan informasi pada saat ini. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi pada saat ini telah memperpendek jarak serta mempercepat waktu dalam kegiatan masyarakat. Jual beli yang pada masa lalu dilakukan secara langsung, saat ini dapat dilakukan melalui berbagai media internet. Teknologi informasi yang berkembang saat ini telah memperlancar kegiatan komunikasi dan mobilitas barang dan jasa secara cepat. Akses pengiriman dan penerimaan data melalui jaringan internet mengubah gaya hidup masyarakat. Berbagai kemudahan dapat diperoleh masyarakat untuk melakukan komunikasi dan transaksi melalui kemajuan teknologi informasi.

            Selain dampak positif yang dihasilkan dari perkembangan komunikasi di Indonesia. Kemudian akan kami bahas tentag dampak negatif yang ditimbulkan. kemajuan teknologi informasi dan komunikasi juga dapat membawa perubahan negatif dalam kehidupan masyarakat. Pengaruh positif dan negatif tersebut terjadi pada berbagai bidang kehidupan masyarakat. Dampak positif perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terhadap bidang agama menyebabkan proses dakwah menjadi semakin cepat, dalam bidang ekonomi berpengaruh terhadap sistem jual beli. Sedangkan dampak negatif dalam bidang agama misalnya cepatnya pengaruh negatif menyebar ke masyarakat. Dampak positif perkembangan teknologi informasi dalam bidang pendidikan misalnya memudahkan pelajar memperoleh berbagai informasi pembelajaran melalui internet. Dampak positif dalam bidang pendidikan misalnya banyak terjadinya kasus penjiplakan berbagai karya tulis. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah berpengaruh besar bagi bangsa Indonesia. Di sisi lain, berbagai ancaman harus diwaspadai bagi bangsa Indonesia. Selain itu, Kejahatan melalui dunia maya (cybercrime), semakin marak ditemukan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Modus kriminalitas ini dilakukan terutama dalam bentuk penipuan dan pencurian. Cara pembayaran menggunakan kartu kredit memudahkan terjadinya transaksi melalui dunia maya. Apabila tidak berhati-hati, masyarakat dapat tertipu oleh penjahat internet tersebut. Dengan menggunakan komunikasi, penjahat yang melakukan secara dunia maya lebih halus dibandingkan secara langsung. Dengan itu banyak terjadinya, kasus penipuan ataupun penggelapan. Kriminalitas lain dalam dunia maya adalah terjadinya perjudian. Pelaku perjudian melalui dunia maya sulit ditangkap, karena mereka biasanya tidak menunjukkan identitas aslinya. Namun demikian bukan berarti perjudian di internet tidak dapat diberantas. Dengan kemajuan teknologi, siapapun yang masuk dalam jaringan internet dapat ditelusuri identitasnya oleh pihak kepolisian. Penipuan melalui internet juga sering terjadi pada masyarakat. Jejaring sosial yang tersedia pada laman internet sering digunakan untuk berkenalan dan berkomunikasi antar masyarakat. 

0 komentar:

Posting Komentar