Teori Komunikasi
Disusun Oleh
Diah Ayu Nabilah Karimah ( 07031381520077 )
Fajriani Nurhuda (
07031381520075 )
Sartika
Dwi Rahayu Edi Putri ( 07031381520074 )
Jurusan
: Ilmu
Komunikasi
Dosen
Pengampuh : Dr.
Retna Mahriani, M.Si
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016Pendahuluan
·
Lintasan Ilmu Komunikasi Dalam Tinjauan
Filsafat Ilmu
Mengamati sejarah perkembangan teori-teori komunikasi tampak bahwa
perkembangan masyarakat sangat menentukan corak teori yang muncul dan
berkembang. Komunikasi memegang peranan penting dalam ikut mengatasi
masalah-masalah sosial, Kajian tentang perubahan sikap (attitude change) menjadi pusat perhatian. Pendekatan yang linier makin berkembang
setelah perang, seperti opini public (polling)
dan marketing research. Dalam
konteks inilah dominasi pendekatan yang ilmiah (scientific) terjadi dalam kajian komunikasi, seperti bagaimana
kemunculan cultural studies di
Amerika yang mencoba kembali menoleh ke generasi awal kelompok Chicago dan
pengaruh cultural studies yang berasal dari Inggris.
Evveret M.Rogers dalam Communication Technology New Media in
Society menuliskan fenomena telekomunikasi yang membawa implikasi pada
model komunikasi, yakni model komunikasi konvergensi yang menjabarkan proses
pertukaran pesan di antara dua atau lebih peserta komunikasi. Pandangan Prof.
Alwi Dahlan seakan mengingatkan pada pandangan media cultural atau media
deternism. Bahwa media ikut menentukan budaya yang terbentuk. Setelah PD II
ada kecenderungan penelitian berpusat pada penerapan dari sejumlah bidang yang
berbeda, seperti sosiologi fungsionalisme, ilmu politik, dan psikologi sosial
untuk aspek penelitian administrasi (analisis khalayak, omunikasi antarelit).
Suatu peninjauan terhadap penelitian tentang disiplin ilmu komunikasi dari Journal of Communication(“Future of the
Field 1993) menegaskan kehadiran pandangan yang dangkal dan mundur dalam
bidang ini. Misalnya, Karl Rosengren yang menggunakan skema Burrell dan
Morgan’s untuk melukiskan penelitian komunikasi yang secara tepat memisahkan
kecenderungan radikan humanis dan sosiologi fungsionalis. Analisis Ronsgren
adalah dua bidang itu telah terpecah, area pendekatan kualitatif atau
humanistic. Bidang komunikasi pada decade 1920-an kajian ilmu komunikasi di
Amerika yang biasa disebut pendekatan Administratif, kemudian di Eropa yang
lebih kulturalis dan kritis. Perbedaan pendekatan ini mewarnai perdebatan dalam
ilmu komunikasi. Misalnya, di Amerika terdapat kalangan yang memilih jalur
pendekatan kritis seperti Herbert Schiller, Noam Chomsky, Edward Herman,
C.W.Mills atau yang mengembangkan kajian cultural
ctudies. Sementara itu, di Eropa pendekatan scientific juga diadopsi dalam penelitian-penelitian komunikasi.
Banyak naskah, risalah, dan monograf yang dihadirkan mengenai keanekaragaman
dan fungsi media seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, telekomunikasi
beraneka ragam inovasi teknologi, dampak sosial, politik, serta budaya pada
masyarakat. Mempelajari ilmu komunikasi pada seluruh dimensinya dilengkapi
dengan hakikat sosiologi, misalnya dalam tradisi penelitian komunikasi massa di
Amerika Serikat, pengaruh jurnalistik, ilmu politik, psikologi sosial dan
sosiologi menjadi keharusan yang tidak dapat dihindari. Pada tradisi Eropa,
kajian komunikasi massa sedikit lebih dipengaruhi tradisi jurnalistik daripada
sosiologi. Untuk kondisi Indonesia, tidak bisa dipungkiri pendekatan yang
berkiblat ke Amerika tampak menonjol. Prof. M. Alwi Dahlan berpandangan bahwa
komunikasi lebih diartikan sebagai proses penyampaian pesan (transmission model daripada komunikasi
sebagai fenomena pemaknaan (meaning atau
ritual) yang banyak didekati dengan pendekatan humanistic. Paul F. lazarsfeld,
Berelson dan Hzel Gaudet, Ktaz, Frank Stantor, Schramm, Rogers, dan ilmuwan
lainnya menunjukkan bahwa gejala sosial akibat media massaa hanya merupakan
satu tahap saja dan ada tahap kedua yang meneruskan pesan dari media massa itu
dari mulut ke mulut yang justru dampaknya besar. Oleh sebab itu, mass communication, menjadi communication science atau communicology.
·
Perdebatan Di Kalangan Akademisi
Komunikasi
Fenomena kelompok
chicago adalah memandang komunikasi sebagai elemen yang penting bagi
pembentukan komunitas. Cultural studies membuat pendekatan yang mengadopsi
linguistik dan antropologi menjadi kebutuhan sehingga semiotika, fenomenologi
dan hermeneutika menjadi sesuatu yang lumrah.
·
Kajian Komunikasi: Antara Tradisi Eropa
Dan Amerika
Menurut
pengamatan Jay Blumler tentang perkembangan ilmu komunikasi, dekade pertengahan
60-an merupakan periode ilmu sosial Eropa di bawah kebangkitan minat terhdap
Marxisme sebagaimana yang tampil dalam bentuk yang spesifik, seperti semiotika,
strukturalisme, interaksionisme, sosiolinguistik, dan cultural studies. Terdapat
tiga ciri khas dalam pendekatan eropa, yaitu pendekatan yang holistik dalam
ilmu komunikasi, batas-batas metodologi tidak tegas, dan di eropa pendekatan
efek tidak begitu menarik perhatian. Kincaid melihat bahwa pendekatan studi
komunikasi antara Eropa dan memiliki perbedaan. Di Amerika ahli komunikasi
cenderung mengkaji fenomena komunikasi dengan pendekatan kuantitatif dan
mencoba untuk menentukan objektifitas sehingga metode kuantitatif menjadi
standar selama bertahun-tahun. Sementara ahli komunikasi di Eropa di pengaruhi
oleh sejarah, budaya dan minat mengkritisi dan umumnya dibentuk dari tradisi
marxis.
·
Perkembangan Kontemporer Kajian
Komuniasi
Pada dekade
1990-an terjadi suatu perkembangan yang menekankan pada pengkontruksian makna
dan agensi manusia serta kebutuhan untuk menempatkan penyelidikan di dalam
konteks historis dan sosial. Teori-teori postmoderisme sangat bersentuhan
dengan fenomena teknologi komunikasi.
Dalam bidang ilmu sosial kontemporer yang memusatkan perhatian pada
simbol, pembentukan makna, terbentuknya kesadaran dan semacamnya, pendekatan
semiotika juga penting tetapi dikaji
secara makro. Dapat dikatakan bahwa lahirnya ilmu komunikasi yang dewasa ini
dapat d terima, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat bahkan diseluruh dunia
adalah hasil perkembangan dari publistik dan ilmu komunikasi massa. Di mulai
saat terjadinya pertemuan antara tradisi Eropa yang mengembangkan ilmu
publistik dan Amerika yang mengembangkan ilmu komunikasi massa. Setelah PD II
makin banyak pakar dari disiplin sosiologi, politik dan psikologi yang
melakukan pengkajian berbagai aspek dari surat kabar, radio, film dan televisi.
Para pakar merasa bahwa jurnalistik tidak lagi mampu menampung berbaga
pengkajian yang mereka telah lakukan sehingga perlu memberi nama yang sesuai,
yaitu ilmu komunikasi massa dan objek kajiannya tidak hanya mengenai surat
kabar melainkan mencakup juga radio, film dan televisi. Keempat media itu
disebut media massa.
·
Ilmu Komunikasi Dewasa Ini
Studi
efek berkembang pada kajian mengenai pembangunan atau perubahan berencana. Para
pakar dari berbagai disiplin sangat percaya bahwa komunikasi dapat menjadi
suatu kekuatan yang dapat digunakan secara sadar untuk mempengaruhi dan
mengubah perilaku masyarakat terutama dalam menerima gagasan dan teknologi
baru. Kajian komunikasi yang bersifat mekanistis adalah studi tentang jaringan
komunikasi. Kajian ini dapat dipandang betul-betul murni mekanistis yang secara
jelas mempunyai fokus pada saluran yang memungkinkan komunikasi mengalir antara
individu. Kajian seperti ini pada umumnya dilakukan dalam setting kelompok dan
orgnisasi. Hampir semua penelitian empiris komunikasi manusia berdasar pada
perspektif mekanistis. Jika dalam perspektif mekanistis titik berat diletakkan
pada efek, dalam perspektif psikologis
titik berat pengkajian diletakkan pada penerima, terutama dalam tingkat
interpersonal, hubungan sikap dengan perilaku selektivitas informasi, dan kuasi
kualitas.
·
Kondisi Di Indonesia
Di Indonesia terdapat kecenderungan
dominasi model komunikasi transmisi atau linier. Dapat dilihat pada masa Jepang
dengan menonjolkanya propaganda. Setelah perang, seperti pada masa Soekarno
komunikasi juga menonjolkan transmisi yang mempropagandakan revolusi. Masa orde
baru, dikenal komunikasi pembangunan yang juga mendepankan pendekatan yang
linier. Prof. Alwi Dahlan dalam salah satu makalahnya menulis bahwa terdapat
pandangan yang lebih optimistis dalam melihat keberadaan ilmu komunikasi di
Indonesia. Hal ini sudah di akomodasikan dengan kemunculan teori-teori
komunikasi yang banyak mengkaji tentang fenomena teknologi informasi, media
elektronika, terbentuknya masyarakat, dan konsmen. Ilmu komunikasi di Indonesia
lebih banyak dajarkan sebagai alat sosial (social tool) dan kurang sebagai
keterampilan sosial (social skill), apalagi sebagai gejala sosial (social
phenomenon). Secara umum lul usan komunikasi lebih mampu menggunakan komunikasi
sebagai alat propaganda di dunia kewartawanan atau pemerintahan.
Penelitian-penelitian tentang proses komunikasi lebij berfokus pada bagaimana
pesan komunikasi dapat disampaikan dengan dana seminimal mungkin (efisien) dan
dengan hasil semaksimal mungkin.
Gaye
Tuchman
Gaye
Tuchman dikenal dengan teori-teorinya tentang proses berita. Tuchman merupakan
professor di Jurusan Sosiologi Universitas Connecticut, Storrs. Tuchman juga
dikenal menggunakan pendekatan retorika yang banyak mengkaji tentang proses
konstruksi berita. Karyanya yang sering dirujuk adalah Making News: a study in
the Construction of Reality (1978). Menurut Tuchman, objekivitas akan melindungi
reporter dari persoalan pencemaran nama baik sampai penertiban oleh para
editor. Gaye Tuchman menemukan bahwa sejak masa awal kehadiran televise, kaum
perempuan diposisikan dibawah kaum laki-laki. Tuchman memaparkan sebesar 60%
jam tayang utama pada tahun 1952 dan 74% pada tahun 1973 dutujukan untuk
laki-laki. Terdapat pula penggambaran bahwa pekerjaan laki-laki lebih baik dari
perempuan hingga lebih dari 80% (misalnya: seorang dokter laki-laki dengan
seorang perawat perempuan atau seorang pengacara laki-laki dengan sekretaris
perempuan). Tuchman memaparkan bahwa para reporter yang telah berpengalaman
dalam proses (apa yang ditanyakan, bagaimana memperlakukan kisah yang keras dan
lunak, teknik apa yang memungkinkan). Dari sudut padandang organisasi, Tuchman
memandang bahwa objektivitas merupakan sebuah ritual yang menjaga organisasi
dari kritikan. Karena wartawan punya sedikit waktu untuk “kebenaran” dalam
berita.
Memperhatikan
fakta dengan menempatkan pertanyaan pada kutipan dengan tanda Tanya, memasukkan
banyak nama dalam sebuah berta untuk menjaga agar pandangan reporter tidak
mempengaruhi dan menampilkan bukti-bukti pendukung untuk sebuah “fakta”.
Tuchman menemukan pembedaan berita keras-berita lunak tidak terlalu didasarkan
pada hakikat isi suatu peristiwa, Berita keras paling sering didasarkan pada
peristiwa yang telah direncanakan sebelumnya (penuntutan, rapat). Berita lunak,
yang juga disebut berita feature merupakan berita yang bersumber dan peristiwa
yang tidak direncakan. Tuchman menggunakan istilah jaringan berita pada lembaga
yang cenderung memerhatikan peristiwa lain dan memperkuat serta menjamin nilai
berita dan peristiwa tersebut. Misalnya, penelitian tentang pengaruh sosiologi
pekerjaan yang dulu dilakukan aliran Chicago kini muncul kembali di Amerika
dengan menggunakan etnometodologi. Profesionalisme pekerja media ditentukan
oleh kemampuan adaptasi mereka terhadap berbagai konflik, kemampuan memenuhi
batas waktu memasukkan berita (dead line) dan pada tingkat yang lebih kompleks,
sikap jujur, tidak memihak, dan objektif juga diperlukan. Gaye Tuchman
melakukan penelitian dengan para wartawan dan editor untuk mendeifinisikan arti
dari berita, dan mereka menjawab “Saya tidak tahu”. Tuchman menemukan bahwa
wartawan cenderung mengelompokkan berita ke dalam sejumlah kecil
kategori-berita keras dan berita lunak yang memotong peristiwa yang terjadi dan
melukiskan kisah yang kurang terikat batas waktu, yakni berita keras dinamakan
sebgai kisah spot, yaitu berita yang berkembang (kebakaran atau pesawat
bertabrakan). Awal tahun delapan puluhan
banyak penilitian mengenai feminism, dalam media wacana feminism liberal
meruntuhkan warisan masyarakat yang secara mendalam bersifat seksis dalam
memelihara keberlangsungan, integrasi, keteraturan, dan penyampaian nilai-nilai
dominan.
Ben Bagdikian
Ben Bagnikian dikenal dengan
bukunya, The Media Monopoly. Bagnikian merupakan figur kritikus media yang
termuka di Amerika.Dia perna menyapaikan bahwa media massa,seperti media cetak,
siaran, dan film telah selama beberapa decade dalam proses percepatan
konsolidasi dan kepemilikan yang makin memusat pada sedikit perusahaan. Ben
Bagnikian memandang bahwa sepanjang abad-20 ini, kecenderungan kepemilikan
industry budaya makin terkonsentrasi di tangan korporasi multinasional yang
makin sedikit jumlahnya. Karya Bagnikian menjadi salah satu karya yang
mencerminkan perkembangan kategori
buku-buku yang makin ditulis sendiri oleh wartawan yang berpengalaman secara
langsung mengenai komersialisasi pada
profesi mereka.
Mengenai konsentrasi kepemilikan
industry media ini ben bagnikian berkomentar bawa berlawan dalam keinginan
mereka, sejumlah kecil perusahaan yang paling kuat telah mengambil penguasaan
terhhadap sebagian besar berita dan hiburran tercetak di Negara mereka. Merek
memiliki gaya tersendiri dalam mengotrol informasi tidak melalui pernyataan
resmi atau terror Negara, tetapi melalui penyeragaman tujuan politik dan
ekonomi. Meskipun mereka bukan penguasa politik resmi di Negara mereka, tetapi
mereka memiliki pengaruh khusus melalui otoritas politik dan mengatasi
kebijakan public. Bagnikian yang merupakan seorang penduduk penting bagi
kebebasan media adalah teoretikus yang tidak sepaham dengan Teori Masyarakat
Massa (Mass society). Teori Masyarakat Massa mengenai suatu sistem media yang
kuat tidak dapat dibantah memiliki kekuasaan terhadap orang-orang yang lemah.
Bagnikian menjelaskan mengenai pelipatgandaan surat kabar di Amerika serikat
sebagai buah dari penerapan desentralisasi politik. Dalam uraian yang diambilnya
dari karya klasiknya, Demo cracy in America, Tocqueville membahas hubungan
resiprok dan simbiosis diantara surat kabar dan asosiasi pada abad ke-19 di
Amerika. Distribusi berita di Amerika Serikat adalah unik dalam tingkat
tingginya desentralisasinya. Esai Bagnikian menguraikan kenapa Amerika memiliki
sedikit pers nasional dibandingkan dengan Negara lain. Bahkan pada organisasi
pengumpul berita Associated Press, UPI, dan tiga jaringan broadcasting utama,
beroperasi melalui distributor local, saluran-saluran radio yang terkelola
sevara independence, televise, dan toko surat kabar.
Bagnikian menekankan bahwa Amerika
masih memerlukan pers local dalam mengigatkan bahwa pengurangan surat kabar
harian berbahaya karena akan membuat pengosongan yang tidak dapat diisi oleh
lembaga lain. Pengaturan ini secara instan menentukan awal rangkaian pertanyaan
yang memerhatikan isi dan dasar keuangan bagi media baru. Penolakkan pemerintah
untuk mengintervensi industry baru tersebut akan mengatur bagi dukungan selama
bertahun-tahun pemerintah federal untuk penggunaan pendidikan, baik dari radio,
maupun televise. Di samping itu, program yang diproduksi dan disponsori oleh
industry swasta akan mencari kemungkinan paling besar dari khalayak dengan
menyeediakan format hiburan dengan imbauan yang luas. Kepentingan ekonomi dari
produksi program mereka sendiri kemudian
secara besar-besaran ditumbukan dari stasiun local yang mendapat lisensi.
Sebagaimana dilukiskan oleh Williams Henry, mantan pimpinan FCC, stasiun local
dengan cara demikian dapat mengembangkan jaringan pengganti atau membuka sebuah
paket film tersindikasi. Ben Bagnikian beragumentasi melaui lima edisi bukunya,
The media monopoly, bahwa peningkatan konsentrasi kepemilikan media mengarah
pada peningkatan penguasaan perusahaan secara ketat pada bisnis surat kabar,
televisi, majalah, buku, dan perfilman dan secara meningkat kepemilikan tidak
dibatasi pada salah satu dari media-media ini, tetapi beberapa sekaligus.
Disney misalnya, yang sangat dikenal untuk tema-tema park, karakter kartun, dan
produksi film bioskop,kini memiliki jaringan televise dan statisiun broadcast
melalui akuisisi.
Ben Bagnikian menunjukkan bahwa
sendainya surat kabar harian,majalah,radio,stasiun terlevisi serta para penerbit buku di Amerika dimiliki oleh
individu terpisah, aka nada 25.000 pemilik penerbitan yang berbeda. Namun,bukan
25.000 pemilik berbeda. Sepuluh perusahaan yang menguasai perusahan media.
Mereka adalah Times Warner, Disney, Viacom, News Corporation LTD (Murdock),
Sony, Televisi Communication Inc., Seagram (posisi kepemilikan pada televise
bioskop, kabel, buku dan music), Westinghouse (CBS), Gannet, dan General
Electric (NBC). “ pada lima tahun terakhir”, tulis Bagnikian, “sejumlah kecil
dari perusahaan telah meminta lebih kepada publik. Kekuatan komunikasi
termaksuk kepemilikkan yang pernah ada sebelumnya di dalam sejarah dunia.
Konsentrasi media telah berlanjut makin cepat. Pada edisi pertama bukunya di
tahun1984, Bagnikian mengatakan bahwa 50 perusahaan mendominasi media Amerika serikat
melalui kepemilikkan dan penguasaan.Pada waktu itu. Gannet pada surat kabar
atau RCA yang kemudian dimiliki NBC pada broadcasting. Pada edisi ketiga
bukunya di taun 1990, dia memaparkan, jumlah pemilik dominan perusahaan media
adalah 23 perusahaan, dan dewasa ini, hanya 10 perusahaan dengan dua paling
besar berurusan dengan pemutusan kepemilikkan media. Menurut Bagnikian,
sejumlah perusahaan media yang dominan menggunakan seatu kekuatan yang tidak
imbang pada ruang. Perusahaan yang mendominasi pasar dalam media massa memiliki
pengaruh dominan pada berita public, informasi, ide-ide publik, budaya massa,
sikap politik. Sejumlah perusahaan yang mempengaruh dapat dipertimbangkan dalam
media secara tepat Karena mereka mempengaruhi persepsi khalayak mengenai kehidupan
publik,termaksuk persepsi terhadap politik dab politisi. Ben bagnikia
mengusulkan satu model scenario untuk sinergi perusahaan raksasa. Misalnya,
salah satu dari majalahnya membeli sebuah artikel yang dapat diperluas ke dalam
bentuk buku, pengarangnya diwawancarai panjang lebar pada majalah perusahaan
dan pada stasiun nroadcasting-nya.
Dalam edisi keempat bukunya, The media monopoly
(1992), Ben Bagnikian melaporkan bahwa 20 perusahaan mengontrol sebagian nesar
bisnis media di Amerika Serikat.
Bagnikian
beralasan bahwa ketika rantai tersebut mengambil suatu surat kabar, mereka
secara tipikal meningkatkan iklan dan tingkat pelanggan, mengurangi berita yang
serius Karena lebih mahal untuk mendapatkan dan mengurangi memperkerjakan
wartawan yang berkualitas. Ben bagnikian mencatat bahwa dalam mebhadapi
meningkatnya minat secara besar-besaran pada peristiwa publik, surat kabar
telah mengurangi rata-rata ruangnya dalam menempatkan berita. Bagnikian meneruskan pada pertanyaan
kepedulian pers untuk melayani publik,, liputan politik lemah, sebagian besar
surat kabar rata-rata buruk, sebagian besar kota didominasi oleh satu surat
kabar, periklanan meningkat memakan ruang berita sebelumnyam berita langsung
menurun, hanya sekitar 3 persen kota di amerika memiliki surat kabar yang
bersaing, dan peningkatan jumlah (barangkali sepertiga) dari berita yang
disediakan dari hasil kerja kehumasan. Diperlukan pemikir sangat kiritis
seperti Ben Bagnikian, meskipun dia berganbung pada sebuah paduan suara dari
para komentator, termaksuk Oswald Garrison Villare dan Upton Sinclair, yang
sejak 1920-an telah meramalkan bahwa segeggam ketamakan pemilik perusahaan
suatu hati akan menguasai seluruh media di Amerika. Situasi tersebut dapat
merembes pada media yang oleh banyak kritikus dari Ben Bagnikian sampai
Williams Rusher telah percaya bahwa jurnalisme etis merupakan suatu
kontradiksi. Dalam The Information machine, Ben bagnikian menulis bahwa
terdapat peningkatan jumlah orang yang memahami bagaimana berita dihasilkan,
diatur,dikirimkan, dan akan menjadi tidak mencerdaskan jika mereka tidak
menggunakan untuk kepentingan mereka sendiri.
John Hartley
John
Hartley mengemukakan dalam bukunya yang berjudul Understanding News, bahwa pada
era kontemporer yang mmenolak berita sebaga produksi sosial dan ideologis dalam
kerangka kerja teori semiotika umum. Dalam bukunya pula, sangat penting dalam
menyimpan konsep semiotika terhadap teori penghadiran berita. Dalam buku ini
memungkinkan untuk melihat berita sebagai konstruksi realitas melalui bahasa,
tidak hanya dari tradisi klasik Saussure dan mazhab Prancis, tetapi dari
linguistik seperti whorf dan Halliday yang juga menghargai bahasa sebagai
penyusunan jaringan yang ditujukan pada dunia dan intersubjektivitas yang
memungkinkan anggota-anggota sebuah komunitas berbicara. Bersama dengan Stuart
Hall, John Hartley mengkaji artikulasi ideologi dalam bahasa dari isi berita
secara kumulatif dan melalui pengulangan harian. Bahasa dari sebuah cerita
ternyata menjadi latar belakang dari reproduksi kepercayaan dan paradigma dari
komunitas pada umumnya. Hartley memiliki konsep accessed voices, yaitu
pandangan-pandangan dan gaya dari orang-orang khusus dari kalangan politisi,
direktur, manajer, para ahli dari berbgai latar belakang.
Ada
hubungan saling membutuhkan antara oraang-orang tersebut dan medi. Media
umumnya mengharapkan dan menerima hak akses untuk pernyataan-pernyataan
individu tersebut memiliki peran dalam wilayah publik dan sebaliknya
orang-orang tersebut menerima akses dalam kolom-kolom surat kabar yang
menyiarkan pandangan-pandangan mereka. Hartley juga menunjukkan kisah berita
televisi yang menggunakan empat fungsi narasi, yaitu framing, focusing,
releasing, dan closing. Framing tentang topik dibangun oleh mediator, biasanya
presenter berita. Topik difokuskan (focusing) oleh kontriibusi seorang reporter
atau koresponden yang berfungsi sebagai satu suara lembaga. Penyiaran
(releasing) merupakan proses dari pengembalian keaslian kisah dan penegasannya
sebagaimana terlihat dalam wawancara, suara yang diakses, dan sumbangan
individu dalam meletakkan pandangan mereka pada kisah. Penutup (closing)
mengacu pada kontruksi kisah yang tidak bersambungan yang membangun pemaknaan
yang diinginkan.
C. Wright Mills
Mills
dikenal dengan pendekatan radikal dalam sosiologi. Antara Lazarsfeld dan Mills
terjadi konflik. Lazarsfeld menuduh mills mengesampingkan supervisi teknis dari
sampling survei. Melalui buku The Sociological Imagination, Mill mengkritik
gaya Lazersfeld sebagai analis sosial, khissnya pada tingkat individu. Mills
dinilai memandang persoalan-persoalan perubahan sosial secara radikal,
sebaliknya Mills melihat perspektif Lazarsfeld memusatkan pada pemeliharaan
sistem. Mills melakukan kritikan yang keras terhadap Lazersfeld seperti
menuduhnya melakukan birokratisasi penelitiasn sosial. Pandangan lain tentang
Mills, yakni digolongkan sebagai pengkaaji cultural studies dan seorang
humanis.Hal ini terlihat paling jelas dalam dua kasus berikut, Teori Konspirasi
dan paham elit kekuasaan. Saat itu, Teori Konspirasi banyak didukung oleh
kritikus sayap kiri, tetapi sukses diambil alih oleh kalangan sayap kanan.
Setelah hal ini terjadi, kalangan kiri tampak mengembangkan paham elit
kekuasaan. Dalam melakukan serangan pada elit kekuasaan, C. Wright Mills
menyebut kompleks militer industri tetap banyak kesamaan sejak 1950.
Broadcasting, dalam kasus ini digambarkan sebagai instrumen bagi elit kekuasaan
untuk memelihara dirinya.
Teori
Masyarakat Massa yang dikembangkan Mills, menyatakan bahwa media massa mendorong
dan membuat hidup tidak menentu, teralienasi, membentuk organisasi sosial yang
meningkat kontrol kekuasaannya dan institusi yang tidak ramah. Mills
berpandangan bahwa penelitian empiris membunuh imajinasi sosiologis dan
menghasilkan pengetahuan yang sangat menyesatkan ke dalam keterturan sosial.
Mills menilai bahwa paradigma baru cendurung menghasilkan penemuan yang
membenarkan status quo. Mills menolak pandangan bahwa pluralisme elit lebih
ilmiah dibandingakn dengan bentuk teori politik yang lain. Mills termasuk orang
yang mengkritik penelitian-penelitian kuantitatif-empiris dan mencemoohnya
sebagai ritual statistik. Ia memandang bahwa kita tidak dapat memahami struktur
sosial yang lebih besar secara sederhana dengan menambahkan daata mengenai individu.
Dalam The Power Elite, Mills mengusulkan agar para elit yang bertemu membentuk
sebuah pucuk pada punck struktur sosial. Kohesi kelas dibantu dengan koneksi
dan pertukaran dari individu diantara sektor ini akan memperkuat dan menjaga
elit kekuasaan. Keterhubungan dapat ditemukan melalui pengkajian secara cermat
pada cara anggota kelas pengusaha dalam berinteraksi dengan yang lain yang
memengaruh kebijakan. Kalangan kelas atas dihargai ketika telah memiliki kohesi
yang lebih besar daripada kelas bawah dan memusatkan pada kekuasaan yang lebih
efektif.
Perkembangan Komunikasi di Indonesia
Menurut kami, sebenarnya
perkembangan teknologi modern terhadap budaya kita sangatlah baik dan
bermanfaat sekali jika ditinjau dari
segi positifnya saja, namun jika di lihat dan di pelajari lebih dalam lagi,
banyak juga dampak negatifnya bagi perkembangan bangsa ini terlebih bagi
pihak-pihak yang suka menyalah gunakan keInstanan yang telah diberikan oleh
teknologi modern saat ini. Komunikasi merupakan proses penyampaian ide,
gagasan, pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang-lambang yang bermakna dan dimengerti bagi kedua pihak. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara
lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak yang
berkomunikasi. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh
keduanya, komunikasi juga dapat
dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik anggota badan, atau sering
disebut menggunakan bahasa tubuh (body language), seperti menunjukkan sikap
tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara ini
disebut komunikasi nonverbal. Lokasi Indonesia berpengaruh terhadap cara
berkomunikasi masyarakat. Masyarakat Indonesia di berbagai daerah memiki
keragaman dan kemajemukan dalam berbahasa. kalian dapat menemukan berbagai
bahasa dalam setiap daerah di Indonesia. Misalnya di Pulau Sumatra kita
menemukan bahasa Aceh, bahasa Batak, bahasa Melayu, bahasa Minang, dan bahasa
Lampung. Berbagai bentuk komunikasi tentu saja memiliki kelebihan dan
kekurangan. Misalnya komunikasi dengan secara langsung melalui tatap muka,
memiliki kelebihan lebih jelas dan lengkap, tetapi memiliki kelemahan karena
memerlukan waktu khusus untuk bertemu. Komunikasi menggunakan surat menyurat
memiliki kelebihan komunikasi lebih mudah dan murah dibandingkan bertemu secara
langsung. Komunikasi melalui surat menyurat memiliki kelemahan karena
memerlukan waktu sampainya surat ke tujuan.
Selanjutnya, masyarakat Indonesia
setiap daerah memiliki keunggulan yang berbeda-beda. Informasi dan komunikasi
merupakan hal penting dalam kegiatan interaksi sosial dan ekonomi masyarakat.
Sebagai contoh dalam kegiatan jual beli, diperlukan komunikasi antara si penjual
dan si pembeli. Komunikasi yang dilakukan antara penjual dan pembeli merupakan
bentuk komunikasi langsung. Bagaimana keuntungan dan kekurangan jual beli yang
dilakukan secara langsung? Keuntungan
jual beli secara langsung diantaranya adalah antara penjual dan pembeli dapat
bertemu langsung, Pada masa sekarang, kegiatan jual beli secara langsung telah
berkembang dengan berbagai cara. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
merupakan faktor penyebab terjadinya revolusi dalam cara berkomunikasi
masyarakat di Indonesia. Pada saat ini
masyarakat yang tinggal di Papua, bila ingin membeli sepatu produksi Bandung
tidak harus pergi ke Bandung. hanya dengan membuka internet dan mencari laman
(website) pengrajin sepatu dari Kota Bandung. kita dapat melihat model sepatu,
warna, dan ukuran yang cocok. Apabila kalian sudah menemukan, kita langsung
dapat memesan dan membayar melalui internet banking. Dalam hitungan hari,
sepatu yang kalian pesan sudah sampai di rumahmu. Kegiatan jual beli melalui
internet seperti itu merupakan salah satu pengaruh perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi pada saat ini. Perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi pada saat ini telah memperpendek jarak serta mempercepat waktu dalam
kegiatan masyarakat. Jual beli yang pada masa lalu dilakukan secara langsung,
saat ini dapat dilakukan melalui berbagai media internet. Teknologi informasi
yang berkembang saat ini telah memperlancar kegiatan komunikasi dan mobilitas
barang dan jasa secara cepat. Akses pengiriman dan penerimaan data melalui
jaringan internet mengubah gaya hidup masyarakat. Berbagai kemudahan dapat
diperoleh masyarakat untuk melakukan komunikasi dan transaksi melalui kemajuan
teknologi informasi.
Selain dampak positif yang
dihasilkan dari perkembangan komunikasi di Indonesia. Kemudian akan kami bahas
tentag dampak negatif yang ditimbulkan. kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi juga dapat membawa perubahan negatif dalam kehidupan masyarakat.
Pengaruh positif dan negatif tersebut terjadi pada berbagai bidang kehidupan
masyarakat. Dampak positif perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
terhadap bidang agama menyebabkan proses dakwah menjadi semakin cepat, dalam
bidang ekonomi berpengaruh terhadap sistem jual beli. Sedangkan dampak negatif
dalam bidang agama misalnya cepatnya pengaruh negatif menyebar ke masyarakat.
Dampak positif perkembangan teknologi informasi dalam bidang pendidikan
misalnya memudahkan pelajar memperoleh berbagai informasi pembelajaran melalui
internet. Dampak positif dalam bidang pendidikan misalnya banyak terjadinya
kasus penjiplakan berbagai karya tulis. Kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi telah berpengaruh besar bagi bangsa Indonesia. Di sisi lain,
berbagai ancaman harus diwaspadai bagi bangsa Indonesia. Selain itu, Kejahatan
melalui dunia maya (cybercrime), semakin marak ditemukan di berbagai belahan
dunia, termasuk Indonesia. Modus kriminalitas ini dilakukan terutama dalam
bentuk penipuan dan pencurian. Cara pembayaran menggunakan kartu kredit
memudahkan terjadinya transaksi melalui dunia maya. Apabila tidak berhati-hati,
masyarakat dapat tertipu oleh penjahat internet tersebut. Dengan menggunakan
komunikasi, penjahat yang melakukan secara dunia maya lebih halus dibandingkan
secara langsung. Dengan itu banyak terjadinya, kasus penipuan ataupun
penggelapan. Kriminalitas lain dalam dunia maya adalah terjadinya perjudian.
Pelaku perjudian melalui dunia maya sulit ditangkap, karena mereka biasanya
tidak menunjukkan identitas aslinya. Namun demikian bukan berarti perjudian di
internet tidak dapat diberantas. Dengan kemajuan teknologi, siapapun yang masuk
dalam jaringan internet dapat ditelusuri identitasnya oleh pihak kepolisian.
Penipuan melalui internet juga sering terjadi pada masyarakat. Jejaring sosial
yang tersedia pada laman internet sering digunakan untuk berkenalan dan
berkomunikasi antar masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar